PERATURAN PELAKSANAAN TENTANG KEPENDETAAN
GEREJA MISI INJILI INDONESIA (GMII)
P E N D A H U L U A N
Dalam konteks Gereja ada jabatan-jabatan pelayanan yang telah ditetapkan oleh Kristus sendiri sebagai Kepala Gereja dan sekaligus Gereja adalah Tubuh-Nya sendiri. Jabatan-jabatan itu diperlukan bagi kehidupan dan kelancaran pelayanan Gereja.
Solaiman berkata dalam Amsalnya :”Jikalau tidak ada pemimpin jatuhlah bangsa tetapi jikalau penasehat banyak, keselamatan ada.” (Amsal 11:14). Itu sebabnya Gereja sebagai lembaga yang bersifat Spiritual dan Kultural, memerlukan pemimpin yang dapat memimpin secara spiritual dan cultural. DR.Peter Wagner berpendapat “Tanda penting Nomor Satu dari gereja yang sehat dan bertumbuh adalah pelayan Tuhan (Pendeta) yang menganut cara berpikir serba mungkin dan yang kepemimpinan dinamisnya digunakan untuk mempengaruhi seluruh gereja supaya bekerja bagi pertumbuhan.” (Gereja saudara dapat bertumbuh, 1990:59).
Kepemimpinan gereja tidak dapat dilepaskan dari kepemimpinan Tuhan Yesus Kristus, dan kepemimpinan tersebut harus berdasarkan paradigma dan tipologi-Nya. Pemimpin gereja (pendeta) adalah mereka yang dipilih, dipanggil dan ditetapkan Allah berdasarkan rencana-Nya. Adanya seorang pendeta karena Firman Tuhan harus diberitakan, Manajemen Gereja harus dijalankan, pelayanan pastoral penggembalaan harus dilakukan, pelayanan Misi difokuskan dan pengajaran tentang doktrin Gereja harus diajarkan. Berkenan dengan itu, Gereja Misi Injili Indonesia (GMII) membuat peraturan dan ketetapan bagi kependetaan demi kelancaran pelayanan dan keteraturan organisasi GMII (TRT GMII Bab XII Pasal 82, “ Hal-hal yang belum diatur dalam TRT ini akan diatur dalam peraturan-peraturan dan petunjuk pelaksanaan yang tidak bertentangan dengan Tata Dasar dan Tata Rumahtangga GMII yang ditetapkan oleh Majelis Sinode GMII”. ) sebagai denominasi gereja dan bagi kejayaan Kerajaan Allah.
DASAR TEOLOGI TENTANG KEPENDETAAN GMII
Kata pendeta berasal dari bahasa ritual Budha yang berarti pemimpin keagamaan. Dalam konteks Gereja Yesus Kristus, konsepsi istilah pendeta berasal dari bahasa Latin “Pastor” yang berarti “Gembala” yang menggembalakan kawanan domba; dalam konteks rohani menunjuk kepada seseorang yang melakukan pekerjaan pemeliharaan rohani terhadap umat Allah.
Kata pendeta dalam bahasa Yunani “Poimen” berarti gembala atau penilik, istilah gembala disebutkan Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus (Efesus 4:11) adalah di dalam konteks Kepemimpinan gereja lokal. Dalam kepemimpinan gereja mula-mula, Paulus menyebut lima jabatan kepemimpinan pelayanan yang menentukan efektifitas pertumbuhan gereja yaitu :”rasul-rasul, nabi-nabi, pemberita Injil (evangelist), gembala-gembala dan pengajar-pengajar.” Rasul, Nabi dan Pemberita Injil adalah kepemimpinan dalam pelayanan Gereja secara umum dan bersifat eksternal, sedangkan gembala dan pengajar merupakan kepemimpinan pelayanan gereja secara khusus yang bersifat internal. Dalam bahasa Yunani kata “Kai” (dan) menjelaskan bahwa gembala dan pengajar berada dalam satu kelompok atau posisi yang sama. Dapat dikatakan bahwa pengajar adalah gembala dan gembala dapat mengajar. Adanya kependetaan karena kebutuhan kepemimpinan dalam gereja.
Kependetaan merupakan penetapan dan ketetapan Tuhan Yesus Kristus selaku Kepala Gereja. Di dalam Efesus 4:11 dikatakan : “Dan Ialah yang memberikan…….” Dalam bahasa Yunani : Kai autos edoke berasal dari kata “didomi” berarti “suatu pemberian sebagai suatu ketetapan dan kebutuhan”. Dan pemberian tersebut mewakili si pemberi. Kata tersebut harus dilihat dalam konteks Efesus 4:8, bahwa pendeta merupakan anugerah pemberian Allah bagi Gereja-Nya.
Kependetaan ialah suatu proses terencana yang dinamis dalam konteks pelayanan Gereja yang di dalamnya oleh campur tangan Allah, Ia memanggil bagi Diri-Nya seorang pemimpin dengan kapasitas penuh, untuk menggembalakan Umat-Nya (dalam hakikat pengelompokkan diri sebagai suatu Institusi/organisasi) guna mencapai tujuan Allah bagi dan melalui Umat-Nya bagi Kejayaan Gereja-Nya.
Tujuan Kependetaan ialah untuk melengkapi Umat Allah bagi pertumbuhan gereja secara utuh serasi. Kata “memperlengkapi” dalam bahasa Yunani “katartismos” berasal dari kata “katartizo” (Efesus 4:12) berarti “menata” ada hubungannya dengan manajemen. Kependetaan merupakan pengurus dari kasih karunia Allah (I Petrus 4:10), yang bertanggung jawab untuk melaksanakan manajemen penggembalaan bagi Umat Allah yaitu Gereja-Nya. Berdasarkan konsepsi inilah adanya kependetaan di dalam Gereja Misi Injili Indonesia (GMII).
BAB I
DASAR KEPENDETAAN
GEREJA MISI INJILI INDONESIA (GMII)
Penyusunan Peraturan Pelaksanaan tentang Kependetaan Gereja Misi Injili Indonesia (GMII) didasarkan pada :
1. Alkitab sebagai Firman Tuhan, Matius 20:25-28; Efesus 4:8, 11-13; I Timotius 3:1-7; II Timotius 4:1-2; Titus 1:7-9; I Petrus 5:2-3; I Petrus 4:10; Roma 12:8.
2. Tata Dasar (TD) GMII BAB V Pasal 11; BAB XI Pasal 25 butir 1.
3. Tata Rumahtangga (TRT) GMII BAB VI Pasal 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 35, 36, 37, 38, 39. ;BAB XII Pasal 82
4. Revisi Peraturan tentang Kependetaan Gereja Misi Injili Indonesia (GMII) Peraturan Pelaksanaan No. SP.003 tahun 24 Februari 2001.
BAB II
DASAR PANGGILAN KEPENDETAAN
Jabatan pendeta ditetapkan GMII melalui Pentahbisan (ordained) di dalam liturgy Pentahbisan pendeta, untuk tugas-tugas pelayanan gereja seperti halnya Sakramen Baptisan Kudus, Sakramen Perjamuan Kudus, pelayanan konseling, pelayanan terhadap orang sakit, pelayanan pemberitaan Firman Tuhan, pelayanan katekisasi, penelaah Alkitab, pelayanan pemberkatan dan peneguhan pernikahan, kebaktian penguburan orang mati, pelayanan pekabaran Injil dan pelayanan misi lintas budaya serta pelayanan umum lainnya.
Seseorang yang terpanggil dan dipanggil untuk menjadi pendeta dalam Gereja Misi Injili Indonesia harus memiliki dasar panggilan dan persyaratan sebagai berikut :
1. Telah mengalami pertobatan, kelahiran baru, telah dibaptis dan hidup dalam persekutuan secara pribadi dengan Allah (Yohanes 3:3,5,9; I Timotius 1:12; II Korintus 5:17).
2. Memiliki integritas hidup yang signifikan, yaitu hidup di dalam kesucian dan kekudusan Allah (I Petrus 1:15,16; 2:9).
3. Memiliki “compassion” yaitu hidup yang tergerak oleh belaskasihan Tuhan Yesus Kristus kepada jiwa-jiwa (Matius 9:36; Yohanes 10:11).
4. Memiliki prioritas panggilan dan pelayanan sebagai pendeta, diatas kepentingan lainnya (Matius 6:33; II Timotius 2:3-7).
5. Mempersembahkan seluruh kehidupannya sebagai pelayan Tuhan, sebagai gembala atau sebagai pendeta penuh pengorbanan dan komitmen kepada Tuhan dan GMII sebagai lembaga organisasi dan pelayanan (Roma 12:1-2).
6. Memiliki karunia Roh Kudus untuk penggembalaan dan kepemimpinan bagi Umat Tuhan (Efesus 4:11-12).
7. Memiliki loyalitas dan pengabdian penuh kepada Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja, melalui Gereja Misi Injili Indonesia (I Petrus 5:2).
8. Loyal terhadap pelayanan PPII (d.h YPPII) sebagai lembaga yang senafas dan sekaligus adalah badan pendiri (Matter Sanctorium).
9. Memiliki jiwa missioner (Sense of Mission) Matius 28:19-20.
BAB III
SYARAT PENERIMAAN MENJADI PENDETA
1. Lulusan dari pendidikan theologia PPII (d.h YPPII) atau yang diakui GMII dengan gelar pendidikan minimal Sarjana Theologia (STh) atau sederajat dengan itu.
2. Telah menjadi anggota jemaat GMII minimal 1 tahun.
3. Bagi mereka yang bukan lulusan pendidikan theologia PPII (d.h. YPPII) diwajibkan untuk mengikuti pendidikan di pendidikan theologia PPII (d.h. YPPII) sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.
4. Menyampaikan surat lamaran ke Majelis Sinode GMII.
5. Mengisi bio data yang telah disiapkan Majelis Sinode, dan menyampaikan semua surat/dokumen yang diminta Majelis Sinode GMII (hanya photo copy saja).
6. Memiliki surat Rekomendasi dari Majelis Jemaat sebagai anggota Jemaat dan memiliki Rekomendasi sebagai calon pendeta dari pendeta Senior GMII.
7. Membuat Pernyataan Kesaksian tentang panggilannya untuk melayani Tuhan melalui lembaga Gereja Misi Injili Indonesia.
8. Lulus ujian kependetaan yang dilaksanakan oleh panitia penguji Majelis Sinode GMII.
9. Mengikuti program Vikariat GMII selama 2 (dua) tahun. Bilamana telah ditahbiskan sebagai pendeta dalam gereja yang denominasinya telah diakui GMII, maka masa vikariatnya tidak mutlak untuk masa dan tidak ditahbiskan lagi melainkan hanya dikukuhkan (diinstal).
10. Mengikuti pembinaan tentang kesenafasan di Mission Training Center (MTC) YPPII-GMII-GPIN selama tiga bulan, di dalam mengikuti pelayanan terpadu antara Gereja dan Badan Misi, kepemimpinan, Misi Lintas budaya dan Penggembalaan.
11. Membuat karya tulis tentang Pastoral penggembalaan, Manajemen Gereja, Theologia GMII, Theologia Misi, dan strategi Misi GMII.
12. Telah mengikuti interview atau wawancara oleh Majelis Sinode.
13. Telah mengikuti fit and Proper test yang telah disiapkan Majelis Sinode.
BAB IV
PENTAHBISAN PENDETA
GMII melakukan Pentahbisan pendeta untuk melaksanakan pelayanan pemberitaan firman Tuhan, pelayanan sakramen, pelayanan penggembalaan, pelayanan Misi dan pelayanan-pelayanan kategorial. Pendeta yang ditahbiskan untuk penggembalaan jemaat disebut pendeta jemaat, pendeta yang ditahbiskan untuk pelayanan Misi lintas budaya disebut pendeta Utusan, pendeta yang ditahbiskan untuk pelayanan-pelayanan kategorial yang bersifat non struktural, disebut pendeta pelayanan Umum.
Pentahbisan pendeta GMII dilaksanakan bilamana Vikaris atau calon Pendeta telah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Memiliki kesaksian hidup yang benar seperti dinyatakan dalam I Timotius 3:1-7; dan Titus 1:5-16.
2. Memiliki dasar panggilan untuk kependetaan, menjadi keyakinan dan pengalaman dalam hidup serta kerja pada calon tersebut.
3. Telah membuktikan keteladanannya sebagai hamba Tuhan semasa vikariat di tengah-tengah jemaat dan Majelis jemaat GMII.
4. Telah memenuhi semua persyaratan yang diminta Majelis Sinode GMII untuk kependetaan GMII.
5. Telah mendapat rekomendasi dari mentor (pendeta senior GMII) selama masa vikariat.
6. Mendapat surat keterangan kelakuan baik dari Majelis jemaat di mana berlangsungnya masa vikariat.
7. Menandatangani formulir yang berisikan ikrar, janji dan komitmen kependetaan GMII di atas meterai.
8. Menerima dan memiliki Surat Keputusan (SK) Pentahbisan kependetaan GMII dari Majelis Sinode GMII.
9. Pentahbisan pendeta dilaksanakan oleh Sinode GMII dan pendeta Senior GMII atau yang ditunjuk oleh pimpinan Sinode GMII.
10. Setelah ditahbiskan sebagai pendeta GMII, yang bersangkutan berhak menerima piagam Pentahbisan kependetaan GMII sebagai tanda bukti kependetaan Gereja Misi Injili Indonesia (GMII).
11. Setelah ditahbiskan sebagai pendeta GMII, yang bersangkutan berhak menerima kartu tanda pengenal kependetaan GMII.
12. Di dalam Pentahbisan kependetaan GMII yang bersangkutan berhak menerima stola berwarna unggu dengan tulisan Alfa & Omega disertai logo GMII dan collar berwarna putih dari Sinode GMII.
13. Toga (jubah) pendeta GMII berwarna putih (pola & contoh dari Sinode) dan kemeja collar berwarna unggu merupakan upaya dan tanggung jawab jemaat local di mana yang bersangkutan menjalankan masa vikariatnya.
14. Tempat dan waktu pelaksanaan Pentahbisan kependetaan ditentukan oleh Majelis Sinode GMII.
15. Calon isteri seorang pendeta yang tidak berpendidikan Theologia diwajibkan mengikuti pendidikan Theologia PPII (d.h. YPPII) sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun atau lembaga pendidikan Theologia yang ditunjuk oleh Majelis Sinode GMII.
16. Calon isteri atau isteri seorang pendeta yang memiliki pendidikan S-1 Theologia atau sedrajat dengan itu, dapat ditahbiskan sebagai pendeta GMII setelah yang bersangkutan memenuhi persyaratan-persyaratan yang diminta oleh Majelis Sinode.
BAB V
PAKAIAN JABATAN KEPENDETAAN
Pakaian jabatan kependetaan Gereja Misi Injili Indonesia (GMII) ditetapkan sebagai berikut :
1. Toga (jubah) berwarna putih (model/bentuk contoh dari Majelis Sinode).
2. Stola berwarna unggu bertuliskan Alpha dan Omega berwarna kuning tua dengan logo GMII.
3. Kemeja collar berwarna unggu; kemeja collar berwarna putih; kemeja collar berwarna hitam.
* Toga (jubah) sebagai pakaian jabatan kependetaan merupakan refleksi pelayanan secara simbolik dari keimamatan sebagai kepemimpinan rohani terhadap umat Allah. Toga sebagai pakaian jabatan kependetaan menyatakan jabatan pendeta sebagai orang yang dipanggil Allah, dikuduskan Allah dan ditetapkan Allah untuk memperlengkapi dan memimpin Umat Allah; menyatakan identitas sebagai pelayan Allah dan Yesus Kristus Kepala Gereja; menyatakan kewibawaan ilahi dari Allah di tengah-tengah Umat Allah (Keluaran 28:1-2; 39:1; 29:4-9; Efesus 4:11-13).
* Toga berwarna putih melambangkan kesucian dan kemurnian (bandingkan Keluaran 28:39-40; 39:1; Markus 1:6). Dalam konteks gereja secara eskatologis, warna putih melambangkan tahta kemuliaan Kristus di dalam Pemerintahan-Nya yang kekal (Wahyu 20:11); tugas jabatan kependetaan bersifat sementara, tetapi ia berdampak kepada kekekalan.
* Stola melambangkan tanggung jawab dan kuk Kristus yang dipikul sebagai hamba Yesus Kristus (Matius 11:29). Stola melambangkan juga kepemimpinan inkarnasi menurut teladan Kristus di dalam kepemimpinan Gereja (Matius 20:26-28). Warna unggu melambangkan perintah-perintah Allah dan firman-Nya yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh pendeta sebagai hamba Tuhan (Bilangan 15:37-41). Dalam konteks gereja, warna unggu melambangkan keharusan melakukan pemberitaan Injil. Warna unggu juga melambangkan kedaulatan, kekuasaan dan kejayaan Kerajaan Yesus Kristus yang kekal (Markus 15:17, 20; Yohanes 19:2). Huruf Yunani Alpha & Omega melambangkan bahwa Tuhan Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja adalah yang awal dan yang akhir dari segala sesuatu, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Ia Tuhan Yesus Kristus berkuasa atas maut dan hidup ini, hidup masa lampau, hidup masa kini dan hidup masa mendatang (Wahyu 1:8; Wahyu 21:6).
* Logo Gereja Misi Injili Indonesia (GMII) berbentuk bulat dengan gambar pulau-pulau Indonesia. Di tengahnya ada salib dan di atas salib ada gambar burung merpati; di bawah salib ada percikan api yang sedang bernyala dan di bawah pulau-pulau tertulis ayat Alkitab dari I Korintus 3:11. Semua ini melambangkan bahwa GMII didirikan di atas dasar Yesus Kristus Kepala Gereja, dan GMII berkewajiban serta bertanggung jawab memberitakan Injil sampai ke ujung bumi.
Penggunaan pakaian jabatan Kependetaan GMII adalah sebagai berikut :
1. Di dalam melaksanakan Sakramen Perjamuan Kudus mengenakan toga dengan kemeja collar berwarna hitam atau putih.
2. Melaksanakan sakramen baptisan dengan mengenakan toga dan kemeja collar berwarna unggu (kalau di dalam kolam menggunakan hanya kemeja collar berwarna unggu).
3. Di dalam melaksanakan pemberkatan dan peneguhan nikah yang kudus, mengenakan kemeja collar warna unggu.
4. Melaksanakan konfirmasi/peneguhan sidi dengan mengenakan toga, kemeja collar berwarna unggu.
5. Dalam acara Pelantikan atau peneguhan pejabat gereja maupun pejabat pemerintah, mengenakan toga dan kemeja collar berwarna unggu.
6. Pada kebaktian-kebaktian khusus atau hari raya Kristen dapat mengenakan toga dan kemeja collar berwarna putih atau jas dengan kemeja collar berwarna putih.
7. Dalam kebaktian pemakaman/penguburan dapat mengenakan toga atau jas berwarna gelap dan harus mengenakan kemeja collar berwarna hitam.
8. Setiap pendeta GMII yang berkhotbah pada hari minggu harus mengenakan jas dan kemeja collar berwarna unggu. Bagi pendeta jemaat pada setiap kebaktian hari minggu harus mengenakan kemeja collar berwarna unggu ketika menyampaikan khotbah/firman Tuhan atau tidak, karena akan menyampaikan votum/salam dan doa berkat.
9. Pada waktu melaksanakan peletakan batu pertama gedung ibadah, peresmian gedung gereja, peresmian cabang jemaat mengenakan toga dan kemeja collar berwarna unggu.
10. Pakaian jabatan kependetaan GMII dan atribut-atributnya tidak boleh dipergunakan bilamana : yang bersangkutan telah mengundurkan diri atas permintaannya sendiri atau diberhentikan dari pelayanan GMII.
BAB VI
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KEPENDETAAN
1. Sebagai gembala bertugas melayani dalam pemberitaan firman Tuhan lewat mimbar pada hari minggu dan hari raya Kristen lainnya.
2. Sebagai gembala berkewajiban melaksanakan pelayanan sakramen baptisan Kudus dan sakramen Perjamuan Kudus.
3. Pendeta secara fungsional adalah gembala, dan berkewajiban melaksanakan pelayanan konseling. Yaitu, konseling pra-nikah, konseling terhadap rumahtangga dan konseling terhadap warga gereja pada umumnya.
4. Pendeta secara struktural adalah ketua Majelis Jemaat, dan ia bertanggung jawab untuk memimpin rapat Majelis Harian Jemaat (MHJ) dan rapat Majelis lengkap Jemaat (MLJ). Semua keputusan harus diputuskan di dalam dan melalui rapat-rapat Majelis Jemaat.
5. Pendeta secara fungsional adalah gembala dan bertanggung jawab ke dalam untuk pertumbuhan rohani anggota Jemaat. Pendeta secara struktural adalah ketua Majelis Jemaat secara manajerial bertanggung jawab keluar secara sosial politik atas nama GMII.
6. Pendeta berkewajiban mengajar warga gereja GMII tentang doktrin GMII dan 5 (lima) tiang rohani GMII, melalui kelas katekisasi dan pemuridan. Pendeta berkewajiban membuka kelompok-kelompok pemahaman Alkitab bagi warga gereja.
7. Bilamana jemaat lokal memiliki kantor gereja, maka pendeta wajib hadir di kantor pada jam-jam kerja.
8. Pendeta wajib hadir dalam semua kegiatan rohani maupun sosial di dalam jemaat.
9. Sebagai pendeta yang adalah utusan Sinode kepada jemaat lokal (apostolate), wajib taat kepada keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan Majelis Sinode.
10. Sebagai pendeta bertanggung jawab membina warga gereja menjadi jemaat missioner, yaitu jemaat yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan dan pelayanan misi.
11. Sebagai pendeta wajib menegakkan disiplin gereja bagi Majelis Jemaat dan warga gereja.
12. Sebagai pendeta wajib menjunjung tinggi Tata Dasar (TD), Tata Rumahtangga (TRT), Tata gereja, manajemen GMII dan peraturan-peraturan GMII lainnya.
13. Sebagai pendeta di dalam melaksanakan tugas tetap berpedoman pada Tata Gereja GMII, Buku Tata Ibadah GMII, Doktrin GMII, 5 (lima) Tiang Rohani GMII dan peraturan-peraturan GMII yang berlaku.
14. Sebagai pendeta wajib menyusun program kerja bersama Majelis Jemaat yaitu program 1(satu) tahun maupun program 5(lima) tahun dan melaporkan hasil kerjanya setiap tahun ke kantor Majelis Sinode GMII secara khusus ke departemen Penelitian & Pengembangan Sinode GMII.
15. Pendeta wajib mendukung program/pelayanan PPII (d.h YPPII) yang ada di daerah atau di wilayahnya.
16. Pendeta wajib mendukung program makro YPPII (Kebaktian Tahunan Nasional YPPII) (KTN-YPPII) yang adalah juga pelayanan GMII sebagai bukti kesenafasan.
17. Pendeta berkewajiban memelihara persekutuan dengan rekan pendeta GMII, Majelis Jemaat GMII dalam wilayah yang sama. Bahkan wajib mendukung aktivitas pelayanan bersama yang ditata oleh KORWILA GMII sebagai perpanjangan tangan Majelis Sinode di wilayahnya.
18. Pendeta berwenang untuk mendisiplinkan dan menonaktifkan Majelis Jemaat yang melakukan pelanggaran-pelanggaran moral, spiritual maupun organisasi setelah ada pelayanan secara pribadi, tetapi pendeta tidak berwenang memberhentikan anggota Majelis Jemaat karena hal itu merupakan wewenang Majelis Sinode GMII.
19. Pendeta tidak berwenang langsung terhadap keuangan jemaat, tetapi tugas dan kewenangan tersebut dilakukan bersama dengan Majelis Harian Jemaat (MHJ).
20. Dalam melaksanakan tugas, pendeta mempunyai wewenang membuka daerah pelayanan baru (hasil Pekabaran Injil) sebagai cabang jemaat.
21. Pendeta wajib melaporkan kegiatannya di luar jemaat (tukar mimbar, mengajar disekolah, pertemuan oikumenes, dll) kepada Majelis Jemaat.
22. Pendeta bertanggung jawab mengkoordinasikan tanggung jawab Jemaat dalam hal keuangan kepada Sinode GMII.
23. Pendeta GMII tidak dibenarkan untuk mengikuti test masuk pegawai Negeri (PNS).
24. Pendeta yang menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) diberhentikan dari kependetaan GMII.
25. Pendeta yang berkecimpung dalam partai politik bahkan mendapat kursi dalam Badan Legislatif (DPRD), akan diberhentikan dari kependetaan GMII.
BAB VII
HAK DAN KEWENANGAN PENDETA
1. Pendeta berhak menerima tunjangan dari GMII
2. Pendeta berhak menerima tunjangan isteri dan anak-anak dari GMII
3. Pendeta berhak menerima tunjangan kemahalan dari Jemaat lokal.
4. Pendeta berhak menerima tunjangan transportasi atau alat transportasi dari Jemaat lokal.
5. Pendeta berhak tinggal dalam rumah/pastori yang disediakan oleh jemaat.
6. Pendeta berhak menerima perabotan dan perlengkapan rumahtangga di jemaat local.
7. Pendeta berhak mendapat asuransi kesehatan dari GMII.
8. Pendeta berhak mendapat dana pensiun dari GMII dalam usia 65 (enampuluh lima) tahun.
9. Pendeta senior berkewenangan membimbing pendeta yunior dan juga menjadi mentor bagi vikaris.
10. Pendeta berkewenangan untuk memberlakukan disiplin gereja bagi jemaat dan Majelis Jemaat.
BAB VIII
ATURAN CUTI BAGI PENDETA
1. Pendeta berhak mengambil cuti satu hari dalam satu minggu, kecuali hari minggu.
2. Pendeta berhak mengambil cuti dua minggu dalam satu tahun, kecuali pada hari raya Natal, Tahun Baru dan Paskah.
3. Pendeta berhak mengambil cuti 2 (dua) bulan setelah 5 (lima) tahun pelayanan di jemaat maupun di Sinode GMII. Tunjangan cuti adalah sebesar 1(satu) kali dari tunjangan yang telah ditetapkan (bandingkan peraturan tentang keuangan GMII).
4. Pendeta berhak mengambil cuti untuk studi, jika studi itu ada di dalam program sinode maka hal tersebut ada di dalam tanggungan Majelis Sinode. Tetapi jika studi itu karena keinginan sendiri, maka cuti tersebut ada di luar tanggungan Majelis Sinode.
5. Cuti insidentil seperti halnya musibah kematian, keluarga yang sakit atau orang tua yang sakit, dan urusan-urusan penting lainnya diatur dengan Majelis Jemaat setempat.
6. Cuti berobat bagi pendeta yang sakit berlaku satu tahun, jika tidak pulih dari sakit penyakitnya maka akan dipercepat pensiunnya.
BAB IX
ATURAN TENTANG PENDIDIKAN LANJUTAN
1. Setiap pendeta GMII dianjurkan dan berhak mengikuti studi lanjutan sesuai dengan kemampuan individu.
2. Setiap pendeta GMII yang berminat untuk studi lanjutan telah melayani dalam 1(satu) periode pelayanan dalam jemaat GMII.
3. Konsentrasi/jurusan Magister atau Strata-2 haruslah jurusan yang ditetapkan Majelis Sinode yaitu jurusan Pastoral, Misiologi, Eklesialogi, Manajemen dan Kepemimpinan gereja.
4. Lembaga Pendidikan yang dituju haruslah yang diakui oleh GMII.
5. Mengajukan permohonan studi lanjutan ke Majelis Sinode GMII dengan mendapat rekomendasi tertulis hasil keputusan rapat Majelis Jemaat.
6. Permohonan harus didukung oleh adanya dana pendidikan. Dana dapat berasal dari jemaat, perorangan atau sumber lain yang sifatnya tidak mengikat yang dinyatakan dengan surat Pernyataan.
7. Apabila semua ketentuan pada butir 2 s/d 6 terpenuhi, Majelis Sinode akan memberikan surat rekomendasi bagi pendeta yang bersangkutan untuk Lembaga Pendidikan yang direkomendasikan oleh Majelis Sinode.
8. Para pendeta yang sudah selesai mengikuti pendidikan diwajibkan lapor kepada Majelis Sinode, dengan menunjukkan transkrip nilai dan photo copy ijazah yang telah dilegalisir.
9. Bagi pendeta yang tidak mengikuti aturan dan prosedur di atas dan melakukan studi lanjutan secara diam-diam, akan kena sangsi oleh Majelis Sinode dan studi lanjutan tersebut tidak diakui oleh Majelis Sinode (termasuk gelarnya).
10. Pendidikan lanjutan dapat tetap dilakukan karena pertimbangan khusus meskipun tidak memenuhi semua persyaratan diatas namun harus dengan persetujuan tertulis dari Majelis Sinode.
BAB X
ATURAN TENTANG MUTASI PENDETA
1. Pendeta diutus dan ditempatkan ke jemaat oleh Majelis Sinode dengan Surat Keputusan (SK) yang berlaku 1 (satu) periode yaitu 5 (lima) tahun pelayanan. Dalam hal khusus maka Surat Keputusan (SK) bisa kurang dari 5 (lima) tahun pelayanan.
2. Penempatan pendeta dapat diperpanjang hanya 1 (satu) periode lagi dengan persetujuan jemaat dan Majelis Jemaat dengan Surat Keputusan (SK) dari Majelis Sinode. Perpanjangan lebih dari 2 (dua) periode dapat dipertimbangkan setelah evaluasi pelayanan yang membutuhkan perpanjangan.
3. Mutasi adalah kewenangan Majelis Sinode, dalam situasi khusus pendeta dapat dimutasikan sesuai keputusan dan kebijakan Majelis Sinode sekalipun ditengah-tengah periode yang sedang berlangsung.
4. Mutasi pendeta selalu dilakukan pada bulan Mei-Juni karena mengingat kanak-kanak sekolah.
5. Pemberitahuan Mutasi dari Majelis Sinode dilakukan 2(dua) bulan sebelum Surat Keputusan (SK) Mutasi diterbitkan oleh Majelis Sinode.
6. Untuk memudahkan evaluasi dalam hal mutasi, setiap pendeta jemaat wajib membuat laporan pelayanan secara periodik setiap tahunnya kepada Majelis Sinode.
7. KORWILA GMII sebagai perpanjangan tangan Majelis Sinode berhak melakukan evaluasi terhadap pendeta dalam wilayahnya.
8. Biaya mutasi diatur bersama oleh Majelis Sinode dengan Majelis jemaat asal dan Majelis Jemaat yang dituju.
9. Mutasi bisa juga dilakukan sebelum akhir periode pelayanan dikarenakan pendeta yang bersangkutan mengundurkan diri atau diberhentikan, pelayanan yang tidak berkembang atau karena Keputusan Majelis Sinode untuk pelayanan Makro GMII.
BAB XI
KEPENDETAAN PELAYANAN UMUM GMII
1. Pendeta pelayanan Umum GMII adalah pendeta yang tidak terikat secara struktural dalam GMII.
2. Pendeta Pelayanan Umum GMII adalah pendeta yang ditahbiskan oleh GMII untuk melaksanakan pelayanan kategorial dan fungsional Kependetaan.
3. Mereka yang ditahbiskan sebagai pendeta pelayanan Umum GMII, telah menjadi anggota jemaat GMII sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun.
4. Telah pro aktif di dalam pelayanan GMII melalui jemaat lokal.
5. Telah membangun suatu pelayanan Misi di luar organisasi GMII yang menguntungkan GMII dan yang bekerja sama dengan GMII secara lokal maupun Sinodal.
6. Telah membangun cabang cabang jemaat menjadi jemaat yang difinitif.
7. Telah menyelesaikan pendidikan Theologia dalam pendidikan theologia YPPII atau yang diakui oleh GMII.
8. Telah memenuhi semua persyaratan Kependetaan GMII untuk ditahbiskan sesuai dengan BAB IV.
9. Harus ada rekomendasi dari Pendeta Senior GMII, Majelis Jemaat GMII dan permintaan dari KORWILA GMII.
10. Bilamana Pendeta Pelayanan Umum GMII hidup tidak lagi sesuai dengan firman Tuhan, Tata Dasar (TD) dan Tata Rumahtangga (TRT) GMII, 5 (lima) tiang rohani GMII dan doktrin GMII, maka kependetaannya dicabut dan tidak dapat lagi mempergunakan atribut-atribut kependetaan GMII.
11. Pendeta GMII yang pensiun secara struktural otomatis menjadi pendeta pelayanan Umum secara fungsional.
12. Isteri pendeta yang telah memenuhi syarat menurut BAB IV dan telah ditahbiskan sebagai pendeta GMII, secara fungsional adalah pendeta pelayanan Umum GMII.
BAB XII
PENDETA UTUSAN GMII
Pendeta Utusan dalam bahasa Inggeris “Missionary” ditetapkan GMII melalui tata Ibadah Pentahbisan Kependetaan dan Pengutusan; untuk melaksanakan tugas Pekabaran Injil dan pelayanan misi lintas budaya.
Pentahbisan dan Pengutusan Pendeta Utusan dilaksanakan setelah yang bersangkutan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Lulusan dari pendidikan Theologia yang diakui GMII dan PPII dengan gelar Sarjana Theologia atau sederajat dengan itu.
2. Telah terdaftar sebagai anggota jemaat GMII.
3. Telah menyelesaikan (masa percobaan) probational keanggotaan PPII
4. Mendapat rekomendasi dari pimpinan PPII sebagai lembaga Misi yang mengutus.
5. Menyampaikan surat permohonan kepada Majelis Sinode GMII.
6. Mengisi Bio-data beserta pasfoto dan disampaikan kepada Majelis Sinode GMII.
7. Mendapat rekomendasi dari pendeta Senior GMII.
8. Pelaksanaan Pentahbisan Kependetaan Utusan dilakukan setelah yang bersangkutan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan Pelaksanaan Kependetaan GMII.
9. Bilamana yang bersangkutan keluar dari PPII maka Kependetaan Utusan dianggap gugur dan yang bersangkutan tidak dapat mempergunakan atribut-atribut Kependetaan GMII.
BAB XIII
PENDETA KONSELEN GMII
Pendeta konselen adalah pendeta GMII yang ditugaskan oleh Majelis Sinode GMII untuk menggembalakan jemaat GMII terdekat, selama belum ada penempatan pendeta yang difinitif. Tugas, hak, kewenangan dan tanggung jawab pendeta konselen adalah sebagai berikut :
1. Adanya surat permintaan dari Majelis Jemaat setempat kepada Majelis Sinode GMII, atau pendeta yang ditunjuk oleh Majelis Sinode GMII.
2. Adanya kebijakan dari Majelis Sinode karena kasus-kasus khusus, sehingga ditugaskan pendeta konselen yang adalah pendeta senior GMII untuk turut menggembalakan jemaat tersebut.
3. Majelis Sinode GMII menugaskan seorang pendeta konselen dengan Surat Keputusan (SK) Penugasan.
4. Pendeta konselen bertanggung jawab atas pelayanan penggembalaan, pelayanan pemberitaan firman Tuhan, pelayanan sakramen, pelayanan pemberkatan dan peneguhan pernikahan, pelayanan kategorial dan pelayanan jemaat lainnya.
5. Pendeta konselen dapat hadir dalam rapat Majelis Harian Jemaat (MHJ) bilamana diminta untuk hadir dalam memberi nasehat dan arahan kepada Majelis Harian Jemaat. Pendeta konselen tidak berhak memutuskan sesuatu melalui rapat-rapat Majelis Jemaat kecuali diminta pendapatnya.
6. Pendeta konselen bertanggung jawab atas terlaksananya kebaktian pada hari minggu dan kebaktian-kebaktian lainnya.
7. Pendeta konselen berhak menerima fasilitas-fasilitas pelayanan dan dukungan financial demi kelancaran pelayanan dan harus sesuai dengan kemampuan keuangan jemaat.
8. Pengembangan dan perkembangan pelayanan di jemaat tersebut harus dilaporkan secara berkala kepada Majelis Sinode GMII secara tertulis.
9. Surat Keputusan Penugasan pendeta konselen dianggap gugur setelah Majelis Sinode GMII menerbitkan SK(Surat Keputusan) tentang penempatan pendeta yang difinitif di jemaat yang bersangkutan.
BAB XIV
PENUTUP
Perubahan tentang peraturan Pelaksanaan Kependetaan dapat dilakukan :
1. Bilamana Tata Dasar (TD) dan Tata Rumahtangga (TRT) berubah.
2. Bilamana Rapat Majelis Harian Sinode (MHS) menghendakinya demi perkembangan dan pengembangan GMII.
3. Bilamana Peraturan Pelaksanaan Kependetaan tidak lagi relevan atau tidak mendukung perkembangan dan pengembangan organisasi.
Pendeta GMII berhenti dari kependetaannya di GMII karena :
1. Meninggal atau yang bersangkutan minta berhenti atas kemauan diri sendiri.
2. Diberhentikan oleh Majelis Sinode GMII.
3. Melakukan pelanggaran-pelanggaran secara moral, spiritual maupun secara organisasi. Dan tidak mau mengakuinya serta bertobat.
4. Tidak menaruh hormat terhadap pimpinan Sinode.
5. Mendiskritkan pimpinan Sinode dengan membuat selebaran-selebaran yang sifatnya fitnahan dan merendahkan.
6. Menjadi provokator dalam memecahkan persatuan dan kesatuan GMII.
7. Tidak mengindahkan nasehat dan panggilan pimpinan Sinode GMII yang adalah pimpinan tertinggi di dalam organisasi GMII.
Ditetapkan di Jakarta : 25 Februari 2006
MAJELIS SINODE
GEREJA MISI INJILI INDONESIA (GMII)
Pdt. DR. Dicky Ngelyaratan, Th.D
Pdt. Robert Tacoy, MTh
Ketua Umum Sekretaris Umum
No comments:
Post a Comment